Kamis, 21 Oktober 2010

Budaya anarkis masyarakat berbudaya ramah dan gotong royong


Ow,,,skripsi ini pelan-pelan telah merubah pola hidup saya.Adzan subuh, waktu tetangga saya pada bangun, saya baru BERSIAP-SIAP untuk tidur. Ga heran, saya ga punya temen di kostan, pola hidup kita berbeda sob…! Hooh, alesan… Begadang sampai pagi, SEOLAH-OLAH  menjadi mahasiswa tingkat akhir yang sibuk mengerjakan revisi, mengejar deadline kelulusan. Hayangna sih kitu

                Biar kerasa euphoria skripsinya, komputer tetap saya nyalain. Duduk di depan komputer, sambil megang mouse, kalau keyboard sih entar aja kalau moodnya udah ada. Di sebelahnya tv tetep harus hidup, biar bisa penyegaran suasana niatnya. Tapi focus masih tetep ke computer, entahlah ngapain, yang penting focus aja ke computer. 

Tiap jam 1, kadang lewat dikit sih, biasalah Indonesia. Jadwal saya menghujat negeri ini. REDAKSI MALAM, gitu kalau ga salah namanya. Siaran tv yang akan menambah dosa saya tiap harinya,  Isinya : tawuran jeung tawuran we terus…! Mau preman rebutan lahan, anak-anak sma yang dengan labilnya berebut prestise, mahasiswa-mahasiswa yang sok idealis, supporter bola fanatic sempit yang menganggap klubnya melebihi sebuah agama, geng motor yang menurut saya ga pernah jelas apa motivasi hidupnya, pamong praja yang mungkin serbasalah memaknai jabatan dan hati nuraninya. Ya, siapapun subjeknya, temanya tetep gontok-gontokan. Kaya  teh botol juga lama-lama ni Indonesia. 

Saya bingung…kenapa…? kenapa harus begini acara televisinya…? 
Tv ga salah sih, malah saya berterimakasih karena saya tahu apa yang ditulis di buku ppkn atau manifestasinya itu salah besar…! Kalau saya jadi menteri pendidikan, saya ubah buku pelajaran tentang nilai-nilai yang masyarakat merah putih ini anut…! Indonesia. Dari sabang sampai merauke, bukan Cuma Indomie yang ada, tapi juga anarkisme. 

Dari kecil, saya didoktrin kalau saya adalah bagian dari bangsa yang ramah. Azas kita gotong royong. Oke, pak guru, ibu guru. Waktu itu saya lugu, lugu ya bukan bodoh. Saya percaya, dan berusaha nerapin. Dulu juga ga ada anarkisme-anarkisme sampah kaya gini di tv, ga tau deh, emang ga ada atau ga diekspose…?! Hanya Tuhan dan alm. Soeharto mungkin yang tahu. 

Sekarang, saat saya melabeli diri dengan sebutan mahasiswa. Gengsi dong kalau saya masih lugu aja. Saya nyobalah untuk seakan-akan kritis atas nilai-nilai di budaya Indonesia. Ow, yang dimaksud ramah adalah ketika orang menyapa dengan sebilah golok...? Oke. Kalau gotong royongnya sih saya masih percaya, ya buktinya kalau berantem pada ngajakin temen-temennya. Kalau sendiri mah atut…

Saya bingung. Salah…? 
Salahkah orang yang merumuskan nilai budaya Indonesia ini…? Apa mereka tidak benar-benar merekonstruksi kepribadian masyarakatnya sendiri...? Apa mereka sedang menjadi playboy yang menggombali generasinya dengan kata-kata manis ramah dan gotong royong….? Kalau Alm. Soekarno masih hidup, kasih saya kesempatan buat nanya hal ini di saat ini. 

Uang, oke fine. Karena receh, pengamen bisa berantem, kemudian bersambung dengan tawuran-tawuran lebay. Hidup memang semakin menjepit sekarang, saya tahu. Paham. Bapak ma ibu saya ada kali 100 kali ngomong gitu. 

Siapapun yang tawuran karena motif uang. Dengan hormat, saya mau nanya… “ Apa setelah tawuran, duit 1000,10 ribu atau berapalah itu yang kalian perebutkan akan kalian dapatkan…? “ Maaf pertanyaan saya beranak. “Oke, kalau kalian dapet duit itu, tapi dengan anggota tubuh kalian yang tergores, tertusuk atau hilang beberapa bagian, cukup duit itu buat ngebiayain mahalnya biaya rumah sakit kalian...? “Oke,,, mudah-mudahan cukup buat berobat,,,"apakah kalian ga takut dikeroyok kalau kalian jalan sendirian nantinya…?" Oke kalau kalian tekbal…! Apa kalian ga malu masuk neraka gara-gara berantem atau ngebunuh orang gara-gara ngerebutin duit sarebu…? 

Saya mah ogah,  GA ELITE SOOOOBBBB…..!!!!!!!!!!

Mending ayam, dia berantem gara-gara prestise…”Aing nu paling jantan mah….!!!!” Walaupun kejantanan merka dimanfaatkan beberapa orang untuk mengais rezeki…Paling ga, otak mereka ga materialistis. 

Saya bingung, mendekati gerah dengan kata prestise. (Maaf, analogi saya akan ayam diatas saya kesampingkan dulu. Karena kalian yang saya bingungkan saat ini adalah manusia yang ga akan mau disamakan dengan ayam). Penting emang, tapi ga mendesak sih kalau kata aa mah. Adik-adik saya, dengan angkuhnya mereka pecah jadi dua gerombol  bawa-bawa golok atau apa ajalah yang penting keras, dan praktis. Teriak-teriakan kaya yang merdu aja suaranya. Saling ejek, saling ayun senjata… Tapi ga ada yang berani MAJUUUUU……!!!! Beraninya cuman lempar-lempaan batu. Ngapain atuh bawa-bawa senjata kalau ga dipake mahhh…mending sekalian bunuh-bunuhan biar berkurang sekalian beban orang tua kalian… Calon-calon petinju kayanya nih adik-adik saya, tapi petinju beregu. 

Saya bersyukur hidup di lingkungan Bali yang pada saat itu masih aman-aman saja. Ga masalah saya dibilang ga gaul karna ga pernah tawuran, atau ga jantan karena ga punya luka codet di muka. Seneng malah, saya masih keliatan ganteng sampai sekarang. 

Ga bisa dik ya…? Kalian salurin tenaga kalian ke hal-hal yang membuat kalian semakin dekat dengan surga (ahh, terlalu berat buat anak sma zaman sekarang kayanya), minimal membuat orang tua kalian senanglah. Liat nih, Indonesia yang penduduknya banyak bener, sampai perlu dana besaaar sekali buat sensus penduduk kalah maen bola sama singapur yang, (sori) yailah ditiup juga terbang negaranya sak penduduk-penduduknya kabeh. Cuma perlu 11 orang anak muda,,,11… dari sekian banyak remaja-remaja yang luka gara-gara tawuran…    

MAHASISWA...!oi, kalian yang punya derajat dan taraf hidup paling membahagiakan selama hidup kalian. Kalian yang di zaman penjajahan sangat dielu-elukan masyarakat karna buah pikiran kalian. Kalian yang katanya pintar atau cerdas mungkin….Ngapain sih kalian harus tawuran antar jurusan….? Harus demo sampe berantem ma polisi….? Tahu polisi bawa senjata masih juga dilawan. Mahasiswa yang sangat berkepribadian……!

                Jujur, saya gerah sekaligus takut dengan kondisi Indonesia saat ini. Kayanya besok saya pasnag tekbal juga nih. Daripada mati sia-sia. Mati juga harus gaya, motif kematiannya harus elite…

                Tapi, sebenernya saya gundah (hooohh lebay), nilai ramah dan gotong royong itu kaya main petak umpet ma saya. Saya orang Bali, bangga sebangga bangganya, saya bilang kalau di jalan-jalan kecil tak bernama disana masih terpampang dengan jelas nilai-nilai ini. Bagaimana pemuda-pemudi menyibukkan diri mereka membantu acara pernikahan temannya. Maaf, tanpa bermaksud balisentris, tapi saya belum punya referensi nilai-nilai seperti ini di daerah lain, tapi saya yakin seyakinnya, Bangsa Indonesia seperti yang dituliskan di buku ppkn masih hidup di lorong-lorong sempit tiap daerah, yang semakin lama kian terhimpit problematika uang dan idealism.  

                Jujur saya terlanjur terbuai dengan doktrin budaya ppkn. Saya mengidam-idamkan bangsa seperti yang digariskan di buku itu. “Maaf Yogi Ambara, kamu seorang pemimpi” itu jawaban yang televisi berikan setiap harinya. 

                Saya tahu, banyak sekali masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini, terutama masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan. Tapi, please, please pisaaaan….Matilah sebagai manusia yang bermartabat. Kita terlanjur menjadi bangsa Indonesia, yang diperankan sebagai masyarakat ramah dan bergotong royong, pertanggungjawabkanlah nilai tersebut. 

                Tujuan hidup kita adalah kebahagiaan akhirat, saya percaya nilai yang ditulis di buku ppkn itu adalah salah satu jalan mencapai kebahagiaan tersebut. Bukannya merasa paling agamis, atau mencoba mendakwah orang lain,  saya Cuma berusaha menguatkan diri untuk tidak terjerumus dengan anarkisme. 

                Saya prihatin dengan mental masyarakat Indonesia sekarang. Namun dalam lubuk hati yang paling dalam, saya mengaku bangga menjadi bangsa Indonesia dengan nilai-nilai sebagaimana dituliskan di buku ppkn. Jadilah masyarakat Indonesia PPKN, bukan masyarakat Indonesia yang selalu tersandung urusan prestise dan uang. 

                Semoga saya kaya tujuh turunan nantinya. Saya akan membuat panti rehabilitasi mental untuk bangsa ini….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Maaaf, ini bukan cerita fiksi, ini realita yang kebetulan terekam dalam pikiran saya. Sebagai manusisa saya Cuma ingin saling mengingatkan, tanpa bermaksud menggurui. Kebetulan saya sedang beres dan waras. Tidak tertutup kemungkinan kemudian saya yang ada di posisi subjek-subjek pesakitan diatas, dan giliran kalianlah yang mengingatkan saya.
                Jangan pernah terdoktrin akan tulisan ini, saya tidak bertanggung jawab kalau semua pemikiran ini benar.

03.11 – 151010
Yogi Ambara in Action

Tidak ada komentar:

Posting Komentar